What's New

  • You like Kejut and want to place a link to Kejut in your website? That's easy! Click here!
    Kejut.com
Email:

Random Articles

 

This story is only available in Indonesian.

Saat ini daerah tempat tinggal saya masih dalam musim hujan. Sekitar tiga per empat hari dalam seminggu diisi dengan langit yang mendung dan suhu udara yang cukup lembab. Hal ini menyebabkan peningkatan penderita demam berdarah. Sampai hari ini, di sekitar saya, dua orang didiagnosa mengalami gejala demam berdarah dan satu orang dirawat di rumah sakit.

Ini mengingatkan saya tentang kejadian beberapa tahun yang lalu. Saat itu saya sedang menjalani tahun ke-2 di uni. Sekitar satu bulan setelah saya mengunjungi kebun binatang di sini, saya mengalami demam tinggi dan menjalani rawat inap di rumah sakit karena trombosit saya drop sampai tinggal sekitar 40 ribu - ini adalah salah satu tanda bahwa seseorang terkena demam berdarah.

Suatu malam saya terbangun dan timbul rasa haus. Setelah saya minum, saya menaruh kembali botol aqua di meja kecil sebelah tempat tidur saya. Saya melihat laci di bawahnya tidak tertutup rapat dan membukanya. Di dalamnya terdapat sebuah jurnal. Karena saya masih belum bisa tidur, saya mulai membaca isinya.

Itu adalah sebuah jurnal dari seorang gadis bernama Elaine atau biasa dipanggil Ela. Ketika Ela dibawa ke rumah sakit, dia dalam keadaan tidak sadar. Ketika dia membuka mata, dunianya sudah berubah. Dia sendirian dengan infus menempel di tangan kiri dan alat bantu pernafasan menutup hidung dan mulutnya. Tidak ada seorangpun dari keluarganya yang menunggu di sana.

Beberapa halaman kemudian, Ela mulai teringat akan kejadian yang menimpa keluarganya.

  1. Hari itu dia sedang belajar di kamar sambil mendengarkan lagu symphony oleh Grwn.
  2. Tanpa mengetuk pintu seorang pria mendobrak pintu kamar dan menodongkan pisau ke arahnya.
  3. Ela berteriak, lalu dia mengambil pot bunga di mejanya dan melemparkannya ke pria itu. Itu memberi kesempatan Ela untuk melarikan diri keluar dari kamar. Saat itu Ela mendapati anggota keluarganya sudah terbaring di lantai.
  4. Ela teringat sempat mendekati dan mengguncang kedua orangtuanya, tapi mereka tetap tidak terbangun.
  5. Tak lama kemudian pria menyusul Ela dan berusaha untuk menusukkan pisau itu serta mengakhiri garis keturunan keluarganya.
  6. Seorang dengan tangan berlumuran darah datang membantu dengan mendorong pria itu menjauh dari Ela. Itu memberi kesempatan kedua buat Ela untuk berlari menjauh.
  7. Sambil berlari Ela melihat pria itu menusukkan pisau ke orang tadi.

Setelah membaca sebentar, saya merasa agak pusing. Saat itu saya masih dalam keadaan demam. Saya meletakkan buku itu di sebelah tempat tidur saya dan memejamkan mata.

Saya tidak ingin, tapi saya ingat mimpi saya malam itu. Saya terduduk dengan punggung bersandar di tembok. Kepala saya masih terasa pusing. Saya hendak memijat kening saya ketika saya melihat cairan berwarna merah menetes dari kedua belah tangan saya. Saya melihat ke bawah dan genangan darah mengalir dari seseorang yang terbaring di dekat saya.

Saya panik dan membeku. Pikiran saya seperti hilang sesaat hingga saya mendengar alunan lagu seperti sebuah simfoni. Kemudian saya mendengar suara teriakan seorang wanita yang disertai dengan bunyi sesuatu yang dipecahkan. Samar-samar saya melihat seseorang di kejauhan. Semakin dia mendekat, semakin jelas saya melihat wajahnya. Dia seorang gadis yang cukup manis. Rambutnya yang panjang terurai sampai ke pinggang menutupi gaun tidurnya yang berwarna serba putih.

Gadis itu mendekati orang yang terbaring di dekat saya, lalu dia mengguncang tubuh orang yang terbaring itu seolah ingin membangunkannya. Sambil menangis, dia memanggil, “Papa… Pa… Jangan tinggalkan aku sendirian…” Saat itu saya teringat cerita dari jurnal Ela.

Seorang pria bertubuh besar berlari mendekati Ela dengan membawa pisau. Dia seperti akan membunuh Ela. Saya melihat ke arah Ela. Matanya yang berkaca-kaca meluluhkan hati saya. Walau kepala masih pusing, pandangan mata masih agak buram dan tubuh masih lemah, saya mendorong kaki saya untuk bangkit. Ketika orang itu berusaha untuk meraih Ela, saya menghalau dia dengan mendorongnya. Ela pun mendapat kesempatan untuk melarikan diri.

Pada momen tersebut, ingatan saya ketika membaca jurnal Ela muncul ke permukaan.

“Ah, seharusnya saya tidak melakukan hal tadi.” dan saya pun menguatkan diri untuk siap berperang dengan nasib.

Pisau melayang menggores rusuk di sisi kanan saya. Rasa sakit menyelimuti diri saya. Walaupun begitu, saya mendorong dia sekali lagi. Ketika dia sedikit kehilangan keseimbangan, saya berlari menjauhinya hingga saya menemukan sebuah pintu.

Saya berusaha membuka pintu itu, tapi pintu itu terkunci. Suara langkah pria itu di belakang saya terdengar semakin dekat. Saya merasa terpojok dengan tidak ada jalan lain untuk menghindar. Saya mencoba mendorong pintu itu dengan menggunakan badan saya. Pintu itu bergetar, tapi masih belum terbuka. Pria itu menggesekkan pisaunya ke dinding. Dia semakin dekat. Saya memegang erat gagang pintu itu dan sekali lagi mencoba untuk mendobraknya. Pintu terbuka dan muncul cahaya yang sangat terang dari balik pintu.

Saya terbangun. Nafas saya masih terengah-engah dan tubuh saya dalam keadaan basah oleh keringat. Sinar matahari menerangi ruangan dari sela-sela jendela rumah sakit. Tangan kanan saya masih memegang erat sesuatu yang terasa familiar. Itu adalah buku jurnal Ela. Saya membuka halaman terakhir buku itu dan membaca kalimat terakhir yang ditulis Ela.

“Ketika saya menghembuskan nafas untuk terakhir kali, itu adalah permulaan dari pembalasan dendam ini.”

Tamat.

Dengarkan versi audio visual-nya di sini.

Written by: adhi