What's New

  • You like Kejut and want to place a link to Kejut in your website? That's easy! Click here!
    Kejut.com
Email:

Random Articles

 

This story is only available in Indonesia.

Ini kejadian yang terjadi beberapa tahun silam ketika saya mencoba ojol untuk pertama kalinya. Saat itu hari sudah agak malam, sekitar jam delapan. Saya bertemu dengan driver-nya di belakang kantor saya di daerah Sudirman. Setelah berjalan selama beberapa menit, motor ojol melambat dan berhenti di dekat halte bus, ternyata ban-nya kempes. Setelah itu saya mau ga mau mesti turun dan ditinggalkan oleh pengendara ojol itu. Ini memang pengalaman yang ga nyenengin, tapi saya masih tetap harus melanjutkan perjalanan.

Saya memesan ojol lain melalui aplikasi dan berkali-kali tidak diambil, mungkin karena saat itu masih dalam jam ramai. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya ada ojol yang mau ambil. Sambil menunggu ojol tiba, saya mengirim message,

“Pak, nomer dan kendaraan sesuai aplikasi?”

Sambil menunggu balasan, saya membaca ulasan pengemudinya dari penumpang-penumpang sebelumnya.

Dua hari lalu. Lima bintang. Saya tertidur tapi tetap sampai di tempat tujuan dengan selamat.

Komentarku dalam hati: Bagus.

Seminggu lalu. Tiga bintang. Driver menurunkan saya di depan portal tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Komentarku dalam hati: Jalan sedikit, ya sudahlah.

Sepuluh hari lalu. Tiga bintang: Bau badan driver agak aneh dan orangnya kelihatan misterius.

Komentarku dalam hati: Yah, driver ojol kan memang keringetan di jalanan dan pakai helm terus.

Dua minggu lalu. Dua bintang. Driver menyuruh saya merem padahal saya lagi chat sama pacar saya.

Komentarku dalam hati: Nah, ini mulai agak aneh, tapi yang penting tetap sampai di tempat tujuan.

Baru sempat membaca empat komentar, ojol tiba. Saya melihat nomer dan kendaraannya sudah sesuai aplikasi. 

Tak lama kemudian saya pun kembali berada di jalanan. Supaya tidak kesasar, saya menyalakan aplikasi Peta - sepertinya jalan yang dipilih sudah sesuai dan agak macet. Setelah terjebak beberapa saat dalam kemacetan, driver ojol membelokkan arah ke belokan terdekat. Perjalanan pun berubah dari jalanan umum menjadi jalanan tikus yang sempit dan kadang-kadang agak kekurangan penerangan. Saya mulai agak khawatir dan dalam kekhawatiran, saya mengganti layar Peta dengan aplikasi ojol. Saya pun mulai membaca komentar lainnya.

Tiga minggu lalu. Dua bintang. Lewat jalan sempit. Sama, Ada anak kecil memegang balon berwarna hitam. Horror banget.

Tiga minggu lalu. Dua bintang. Masuk gang gelap. Kalau lihat balon hitam dipegang oleh anak kecil, jangan lihat matanya.

Tiga minggu lalu. Dua bintang. Rasanya hampir mati. Untung saja saya masih bisa sampai.

Gerimis hujan membasahi jaket saya. Saya mencoba melihat ke depan. Saya melihat jalan tikus di depan saya semakin mengecil dengan got di sisi kanan dan kiri. Apakah jalur ini aman untuk dilewati. Lampu penerangan maupun lampu dari rumah semakin jarang. Pandangan ke depan semakin samar dengan hanya bergantung pada lampu motor. Sulit untuk menentukan ada apa di depan sana.

Driver ojol menengok ke samping, seolah mau mengatakan sesuatu. Saya mendekatinya.

“Ya, Bang?”

Dia seolah mengatakan sesuatu, tapi kurang terdengar jelas dengan banyaknya suara lain saat itu - pantulan titik air hujan, jalanan yang berbatu dan hembusan angin. Samar-samar saya mendengar kata “tutup masker”. Saya mengencangkan tutup masker saya dan kembali mengamati jalanan di depan saya. Secara mengherankan saya melihat objek berwarna hitam melayang, tapi tidak terbawa angin. Saya memicingkan mata untuk melihat lebih jelas.

Apa yang ada di depan mata adalah seorang anak kecil, mungkin tak lebih dari enam tahun, tidak ada rambut di kepala dan alisnya. Seolah menyadari saya melihat, dia menegakkan kepala dan melihat ke arah saya. Bulu kuduk saya merinding. Matanya bolong dengan bekas darah yang sudah mengering di sekitarnya. Tatapannya seperti menyerap kesadaranku. Perut terasa mual dan lidah terasa pahit sekaligus asin, seperti mau muntah darah.

[suara klakson motor]

Saya tersadar dan tiba-tiba kami sudah kembali ke jalan raya. Sepertinya saya baru saja nge-blank. Beberapa belokan kemudian, kami pun tiba. Dia menurunkan saya di portal dekat rumah. Saya berterima kasih dan berjalan pulang. Kalau mengingat kejadian yang baru saja terjadi dan tatapan anak kecil itu, sepertinya malam ini akan panjang.

Sekian cerita horror Jumat Malam.

Dengarkan versi audio visual-nya di sini.

Written by: adhi